Rabu, 30 Juli 2014

Bisakah Pria Terus Menerus Orgasme Tanpa Lelah?

Puncak kenikmatan bercinta bisa didapatkan pasangan suami istri saat mereka sama-sama mencapai orgasme. Jamak diketahui, laki-laki lebih mudah mencapai orgasme ketimbang perempuan. Tetapi apakah pria bisa terus menerus orgasme dalam sekali waktu?

"Perlu diketahui, orgasme pada cowok itu umumnya hanya sekali saja," kata dr Dito Anurogo dari Neuroscience Dept, BCII Surya University. Hal itu disampaikan dalam live chat bersama detik forum yang digelar di kantor detikcom, Jl Warung Jati Barat Raya 75, Jakarta, Jumat (13/9/2013).

Meski demikian, sambung dr Dito, orgasme pada laki-laki bisa dilatih. "Kalau mau terus menerus, bisa dilatih dengan senam pernafasan, meditasi, olahraga, dan koordinasi dengan pasangan saat 'berseraga'," sambung dr Dito.

Dikutip dari Yourtango, kebanyakan laki-laki mengalami orgasme yang disertai dengan ejakulasi. Namun tidak selamanya demikian. Orgasme adalah sensasi puncak kenikmatan saat bercinta sedangkan ejakulasi adalah peristiwa menyemburnya cairan sperma dari batang Mr P. 'Dry orgasm' alias orgasme kering merupakan sebutan untuk momen orgasme yang tidak disertai ejakulasi, dan sering dialami oleh beberapa pria.

Laki-laki lebih sering mencapai orgame bila dibandingkan dengan perempuan. Namun demikian, orgasme yang dialami laki-laki relatif jauh lebih singkat. Jika perempuan bisa merasakan 'getar-getar kenikmatan' tersebut hingga 20 detik, laki-laki cuma bisa merasakannya selama 5 detik.

Pada laki-laki terdapat 3 titik stimulasi orgasme yakni frenulum (jaringan tipis seperti pita di bagian bawan kepala Mr P), perineum (area antara testis dan anus), dan kelenjar prostat. Karena memiliki sensitivitas seperti G-Spot pada perempuan, ketiganya sering disebut dengan istilah G-Spot laki-laki. Selain itu, kebanyakan laki-laki cuma butuh waktu 7 menit terhitung sejak pemanasan hingga mencapai orgasme.

Rabu, 16 Juli 2014

Kecanduan Seks, Ini Tanda-tandanya

Ekspresi seksual merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan dan telah menjadi fitrah bagi manusia sebagai makhluk biologis. Tetapi, jika ekspresi atau dorongan itu begitu kuat dan sering kali seks menjadi lebih dominan ketimbang kesehatan, pekerjaan, atau hubungan sehingga kehidupan Anda menjadi terganggu, mungkin saja Anda mengalami perilaku seks kompulsif (compulsive sexual behaviour/CSB).

Dalam istilah medis, perilaku seks kompulsif juga sering disebut hiperseks, nymphomania, atau erotomania. Ada juga yang menyebut kecanduan seks atau maniak seks. Tetapi dua istilah terakhir ini biasanya berkaitan atau merujuk pada tingginya aktivitas seksual bersamaan dengan penggunaan alkohol, narkoba, atau perjudian.

Menurut penjelasan dalam situs Mayo Clinic, perilaku seks kompulsif secara umum dipertimbangkan sebagai suatu kelainan yang dialami seseorang dalam mengendalikan impuls atau dorongan seks.
Akibat kelainan ini, seseorang tak mampu menolak godaan atau dorongan melakukan suatu tindakan yang merugikan diri sendiri ataupun orang lain. Pada kelainan seks ini, perilaku normal yang seharusnya menyenangkan dapat berubah menjadi kebiasaan yang ekstrem.

Apa pun itu istilahnya, perilaku seks kompulsif adalah masalah serius yang dapat mengganggu kehidupan seseorang dan bahkan mengancam kesehatan. Tetapi dengan pengobatan dan program-program bantuan, CSB sebenarnya dapat dikendalikan sehingga seseorang dapat membangun kehidupan seks yang lebih sehat.

Kenali gejalanya
Gejala CSB sangat bervariasi, baik dari jenis maupun tingkat keparahannya. Dorongan untuk tenggelam dalam perilaku kompulsif ini bisa bersifat kronis dan kuat, dan mungkin akan terasa di luar kendali. Secara umum, gejala perilaku seks kompulsif dapat dikenali dari pola-pola perilaku berikut ini:

* Memiliki banyak pasangan seks atau affair di luar perkawinan yang sah.
* Berhubungan seks dengan pasangan baru yang belum dikenal atau jasa prostitusi
* Menghindari keterlibatan emosional dalam hubungan seksual
* Menggunakan layanan komersial yang mengumbar seksualitas lewat telepon atau internet
* Masturbasi dengan frekuensi sangat sering.
* Sering kali melihat atau menggunakan materi-materi pornografi.
* Melakukan hubungan seks bersifat masokisme dan sadisme.
* Mengekspos atau memamerkan seksualitas kepada umum (ekshibisionisme)

Orang yang mengalami CSB sering kali menggunakan seks sebagai pelarian dari masalah lain, seperti kesepian, depresi, kecemasan atau stres. Ia juga akan membiarkan dirinya terlibat perilaku seks berisiko meski sadar akan konsekuensinya seperti gangguan jantung, penyakit menular seksual, atau hilangnya hubungan dengan orang yang dicintai.

Pria dan wanita yang mengalami CSB mungkin saja telah menikah atau sedang dalam hubungan serius. Mereka tampaknya hidup normal, tetapi sebenarnya tidak. Kenyataannya, mereka sering kali kesulitan menciptakan dan mempertahankan keintiman secara emosional. Mereka lalu mencari kepuasan melalui perilaku seks, tetapi pemenuhan kebutuhan itu cenderung tidak tercapai sehingga kehidupan mereka menjadi terasa hampa. CSB juga dapat dialami siapa saja tanpa memedulikan preferensi seksual, baik heteroseks, homoseks, ataupun biseks.

Penyebab
Sejauh ini, para ahli belum dapat memastikan apa penyebab timbulnya CSB. Penelitian ilmiah mengenai kecanduan seks ini masih terbilang baru, dan para ahli masih menyelidiki kemungkinan beberapa penyebabnya antara lain :

* Abnormalitas otak. Penyakit atau kondisi medis tertentu kemungkinan dapat menimbulkan  kerusakan pada bagian otak yang memengaruhi perilaku seksual. Penyakit seperti multiple sclerosis, epilepsi, dan demensia juga berkaitan dengan CSB. Selain itu, pengobatan penyakit parkinson dengan dopamine diduga dapat memicu perilaku CSB.

* Senyawa kimia otak. Senyawa kimia pembawa pesan antarsel otak (neurotransmiter) seperti serotonin, dopamin, norepinephrine, dan zat kimia alami lain dalam otak berperan penting bagi fungsi seksual dan mungkin juga berkaitan dengan CSB meski belum jelas mekanismenya.

* Androgen. Hormon seks ini secara alami terdapat pada pria dan wanita. Walaupun androgen juga memiliki peran yang sangat penting dalam memicu hasrat atau dorongan seks, belum jelas apakah hormon ini berkaitan langsung dengan CSB.

* Perubahan sirkuit otak. Beberapa ahli membuat teori bahwa CSB adalah sebuah jenis kecanduan yang seiring waktu menimbulkan perubahan para sirkuit syaraf otak. Sirkuit ini merupakan jaringan syaraf yang menjadi sarana komunikasi antara satu sel dan sel lain dalam otak. Perubahan ini dapat menimbulkan reaksi psikologis menyenangkan saat terlibat dalam perilaku seks dan reaksi tidak menyenangkan ketika perilaku itu berhenti.